Kamis, 28 Desember 2017

PIAGAM GUMI SASAK DALAM RANGKA MEMBANGUN, MENYATUKAN, SERTA MENEGAKKAN PERADABAN SASAK

http//uswatunmukhtar.blogspot.com
Piagam Gumi Sasak dalam rangka MEMBANGUN, MENYATUKAN, SERTA MENEGAKKAN PERADABAN SASAK

Piagam gumi sasak merupakan dokumen yang berisi kesepakatan bersama dalam rangka membangun, menyatukan, serta menegakkan kembali kebudayaan Sasak berdasarkan suatu landasan yang sebenarnya. Jadi, Tujuan utama dari piagam gumi sasak yaitu untuk membangun  kesadaran masyarakat untuk berjuang bersama menegakkan peradaban dan jati diri sasak.
(couver piagam gumi sasak)


 Piagam gumi sasak ini tidak lahir begitu saja, namun melalui sebuah diskusi panjang dari beberapa kaum intelektual sasak yang memiliki perspektif atau sudut pandang tersendiri terhadap budaya sasak kedepannya. Dalam diskusi ini, mereka menciptakan beberapa bentuk kajian yang kemudian melahirkan piagam gumi sasak. Hal dasar yang melatar belakangi terbentuknya piagam ini yaitu berawal dari kesadaran kaum intelektual sasak akan kebudayaan sasak ketika dilaksanakannya acara launsing/peluncuran buku yang berjudul membaca arsitektur budaya sasak. Sejak acara itu, muncul kesadaran bahwa sasak memiliki khazanah yang sejak dahulu memiliki kajian ilmu pengetahuan.
 Sebenarnya kesadaran akan kajian ilmu pengetahuan yang sudah dimiliki bangsa sasak sudah muncul sejak tahun 2014. Pada tahun ini, para tokoh sudah bisa menghasilkan suatu monument peradaban yaitu kajian astronomi yang melahirkan kalender rowot dengan berpatokan pada bintang rowot( sasak) yang bahasa astronominya yaitu bintang playdes yang berada pada rase bintang taurus, matahari (solar system), dan bulan (lunar system). Jadi kalender ini menggunakan tiga system perhitungan. Namun, kalender ini belum diketahui titik nol-nya, sehingga tidak diketahui tahun berapa saat ini. Kesadaran ini tidak bisa direalisasikan dengan tindakan, dan baru setelah acara launceng buku, kesadaran ini dapat diwujudkan dengan tindakan yaitu dalam rangka membuat piagam gumi sasak yang kemudian dapat dibacakan pertama kali pada tanggal 26 agustus 2015.

kalender rowot sasak
(kalender rowot sasak)
Dalam suatu penelitian arsitektur, diketahui bahwa usia lumbung padi sekitar 3.500 SM. Ini menunjukkan bahwa sasak sudah ada sejak dahulu dengan adanya peradaban sasak yang sudah sangat tua berupa lumbung padi. Dengan demikian, saya sangat menentang adanya artikel yang mengatakan bahwa sasak lahir dari Jawa, Bali, ataupun yang lain. 
Piagam gumi sasak ini dulunya memiliki nama “Manivesto Kebudayaan” yang dicetuskan oleh Drs.H.L. Agus Fathurrahman (Dosen FKIP Universitas Mataram).manivesto kebudayaan ini disiapkan untuk lounsing tanggal 26 Desember tahun 2015.Pada awal desember, naskah itu dapat terselesaikan.  Menurut beliau, naskah ini dinamakan manivesto kebudayaan karena beliau merujuk pada manikebu tahun 65. Pada saat itu, terdapat pernyataan kebudayaan dari para Seniman Budayawan Indonesia yang berkaitan dengan kondisi kebudayaan di Indonesia yang diwarnai Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) milik komunis. Setelah naskah Manivesto Kebudayaan itu terselesaikan, kamudian diadakan diskusi untuk menata kembali isi dari manivesto kebudayaan itu dengan dihadiri oleh Drs.H.L. Agus Fathurrahman (pembuat konsep awal), Dr.Muhammad Fajri (Dosen di FKIP Unram, Bahasa Inggris), Dr.H.Sudirman,M.Pd. (Dosen PGSD, FKIP Unram serta Dosen S2 di Magister Administrasi Pendidikan), Murahim,S.Pd,M.Pd dan Muh.Sahrul Qodri,S.Pd,M.A (Dosen PBSI, FKIP Unram) yang menjadi penggodok awal dari manivesto kebudayaan. Pada waktu itu, diusulkan pergantian nama Manivesto Kebudayaan menjadi Piagam Gumi Sasak yang isinya tidak jauh berbeda dari konsep awal oleh Dr.Muhammad Fajri yang kemudian disepakati. Piagam Gumi Sasak ini dibacakan pertama kali oleh Dr. Fajri dalam acara peluncuran kalender rowot sasak yang ke-2 pada tanggal 26 Desember 2015. Peluncuran kalender ini selalu dilaksanakan pada tanggal 26 Desember, dan pada saat itu juga selalu dibacakan piagam gumi sasak. Bukan hanya itu, piagam ini, juga akan dibacakan dalam acara kebudayaan yang lain.Adapun penamaan dari piagam ini menurut penuturan Drs.L.Agus Fathurrahman, yaitu berawal dari adanya piagam madinah yang lahir untuk menyatukan kaum muslim, nasrani, maupun yahudi yang ada di Kota Madinah.dari sinilan Dr. Fajri mendapatkan inspirasi. Penggantian nama menjadi piagam gumi sasak ini disepakati karena para tokoh ini sedang dalam tahap menyusun konsep masyarakat madani sebagai satu bentuk perlindungan bangsa sasak terhadap bangsa-bangsa lain yang tinggal di Lombok dan sama seperti piagam Madinah.
(piagam gumi sasak)
(pose bersama piagam gumi sasak)
 Piagam ini dibacakan dihadapan Majelis Adat Sasak yang sengaja diundang. Beberapa tokoh Majelis Adat Sasak ini serta tim yang membuat piagam menandatangani naskah ini diantaranya Drs.H. L. Azhar( Pemban Adat Gumi Sasak), L.Bayu Windya (Ketua Harian Majelis Adat Sasak), Ustads H. L. Ahyar Abduh (Walikota Mataram), Dr. Husni Muas (Dosen Senior Bahasa Inggris, FKIP Unram), Dr. Sudirman, Dr. Fajri, Ustads Muid ellepaki, L. Agus Fathurrahman, Dr.Ari Irawan (Direktur Lembaga Rowot), dan Advokat Munzirin (penasihat hukum). Setelah pembacaan dan penandatanganan itu, Majelis Adat mengundang tim yang melahirkan piagam gumi sasak ini di sebuah tempat dalam rangka mengkaji sebab dari pentingnya piagam ini dan bagaimana orientasinya kedepan. Beberapa pertanyaan ini dijelaskan oleh Drs.H.L. Agus Fathurrahman dan Dr. Fajri. Dalam pertemuan itu, Majelis Adat Sasak menyapakati bahwa piagam gumi sasak ini akan diambil dan wajib dibacakan pada setiap pertemuan yang berkaitan dengan adat serta kebudayaan sasak.

(pose bersama sang narasumber, Drs.H.L.Agus Fathurrahman)
Pada waktu sangkap belek (musyawarah adat sasak), priambul (pembukaan) piagam ini diambil sebagai priambul anggaran dasar Majelis Adat Sasak. Pada saat itu, sudah direncanakan pengukuhan piagam gumi sasak pada acara pengukuhan pengurus majelis adat sasak periode 2017, akan tetapi pengukuhan ini ditunda karena beberapa kendala yaitu karena forum seminar sejarah sasak memakan waktu yang cukup panjang. Tetapi, keberadaan Piagam Gumi Sasak ini sudah diangkat menjadi milik bangsa sasak karena sudah diangkat dan sudah ditetapkan menjadi pembukaan Anggaran Dasar Majelis Adat Sasak.

Pembacaan piagam gumi sasak yang ke-2 yaitu pada 26 Desember 2016 dibacakan oleh Pak Murahim dan pada pembacaan yang ke-3, yaitu pada 26 Desember tahun 2017 oleh Pak Murahim pula dengan acara pokok yaitu forum ilmiah sejarah sasak dengan tema menjawab historiografi luar tentang sasak yang dibahas disini yaitu tentang apa kata orang luar mengenai sasak dan sejarah sasak yang sama sekali tidak benar/rekayasa penjajah dan kemudian akan segera melahirkansatu teks historiografi atau teks sejarah dengan metode historiografi yang benar menurut perspektif orang sasak sendiri.

Senin, 25 Desember 2017

Tradisi Sasak (Pertuk)



PERTUK
Pertuk merupakan salah satu tradisi orang Lombok yang dilakukan untuk menghilangkan sakit yang menurut kepercayaan disebabkan karena disapa atau disentuh oleh makhluk halus berupa jin (bakek berak) dan ruh orang yang sudah meniggal. Pertuk adalah istilah yang digunakan di daerah tempat tinggal saya yaitu di Dusun Selojan, Desa Karang Sidemen, Kec. Batukliang Utara. Terkadang ada juga masyarakat dalam suatu daerah tertentu yang menyebutnya pertus. Pertuk berkaitan erat dengan ketemuk. Ketemuk merupakan istilah orang sasak ketika mereka sakit yang dipercaya diakibatkan oleh sapaan/sentuhan dari makhluk halus tersebut. Jadi, bisa kita menyebutkan kalau ketemuk itu adal nama ketika kita sedang merasakan sakit dan pertuk adalah obat dari ketemuk (rasa sakit yang disebabkan oleh makhluk halus). Pertuk adalah nama umumnya dan mertuk adalah nama ketika kita mengerjakan pertuk.

photo by uswatun (Wednesday, December 13, 2017 5:17 PM)

Cara orang mertuk cukup sepele dan mudah kelihatannya, tapi ternyata tidak sembarang orang bisa melakukannya. Orang yang bisa melakukan pertuk biasanya hanya orang yang sudah terbiasa dan ada juga yang disebabkan oleh keturunan. Maksud dari keturunan ini yaitu keahlian mertuk yang diturunkan dari orang tuanya atau nenek moyangnya. Cara melakukan mertuk yaitu mengambil rambut sedikit dibagian atas kepala dan kemudian rambut yang sedikit itu ditaruh di depan bibir terlebih tahulu, ditiup sambil digosok pake kedua tangan, kemudian membaca bacaan, lalu ditarik hingga berbunyi kurang lebih seperti ini “tok”. Bacaannya yaitu, berupa, misalnya kita mengira kalau mereka ketemuk oleh jin (bakek berak), maka bacaannya seperti ini “sangn ape ketemuk sik bakek berak”, begitupun seterusnya. Kita tinggal mengubah subjeknya saja misalnya kita mengira kalau kita ketemuk oleh yang lain. Apabila kita mertuk, kemudian tidak berbunyi dengan subjek yang kita kira, maka kita bukan ketemuk oleh subjek yang itu. Kita harus mencari subjek yang lain.
Mengenai hasilnya, menurut pandangan masyarakat, sangat mujarap untuk menyembuhkan sakit. Saya pun merasa begitu. Kemujarapan inilah yang membuat tradisi ini bertahan dan tetap diterapkan sampai sekarang bahkan disemua wilayah di Lombok.

Jumat, 22 Desember 2017

Ritual Kebudayaan sasak (Sandaq Cobek) di Dusun Selojan



Sandaq cobek
Sandak cobek merupakan suatu ritual kebudayaan atau tradisi khas orang sasak / orang Lombok. Hal ini dilakukan sebagai wujud permohonan masyarakat agar hujan tidak turun. Sandaq cobek berasal dari bahasa sasak yaitu “sandaq” yang artinya menggadai, dan “cobek” yang memiliki makna leksikal yaitu alat tradisional untuk menghaluskan bumbu. Jadi sandak cobek yaitu menggadai cobek (alat tradisional untuk menghaluskan bumbu ). Ritual ini adalah ritual yang bisa dibilang langka, karena tidak banyak orang yang masih menerapkannya (hanya sebagian masyarakat di daerah tertentu). Ritual ini sudah menjadi hal yang biasa dan masih lakukan sampai sekarang di Dusun Selojan,Desa Karang Sidemen, Kec. Batukliang Utara. Ritual ini biasa dilaksanakan orang/masyarakat ketika mereka hendak melakukan acara diluar rumah (di luar ruangan) agar hujan tidak melanda daerah tempat acara tersebut sehingga berjalan dengan lancar apabila dilakukan pada musim penghujan. Dalam melaksanakan ritual ini, ada empat komponen yang harus ada yaitu orang yang menyandak (orang yang menggadai cobek), cobek dan anaknya, uang gadaian, dan orang tempat menggadai.
Sandaq cobek adalah ritual yang dilakukan dengan cara yang biasa saja, sama seperti orang menggadai barang lain. Namun sandak cobek ini memiliki aturan tersendiri yaitu si pegadai tidak boleh menggadaikan cobeknya kepada tetangga atau orang yang rumahnya sejajar jalan dengannya. Si pegadai harus menggadaikan cobeknya kepada orang yang rumahnya berada di seberang jalan atau bersebrangan dengan rumahnya dengan dibatasi oleh jalan. Cara melakukannya yaitu, orang yang akan mengadakan acara di luar ruangan (misalnya nyongkolan dan begawe), pergi ke rumah orang lain dengan syarat yang sudah disebutkan di atas untuk menggadai cobeknya sebelum hari H dan biasanya sehari sebelumnya. Dia akan memperoleh uang dari hasil gadainya. Uang gadai biasanya sejumlah 1000/2000-an. Setelah acaranya selesai, si penggadai akan menebus kembali cobeknya dengan memberikan uang kepada orang tempat ia menggadainya sebesar uang penggadainya. Jadi langkahnya tidak jauh berbeda dengan menggadai apapun.

Ø    Kontraversi
          Dikalangan masyarakat, sandak cobek ini memiliki kontraversi diantaranya, banyak orang yang sudah tidak memercayai ritual ini dan sangat memandang remeh hal ini. Mereka menganggap bahwa sandak cobek ini adalah ritual yang tidak memiliki makna (hanya buang-buang waktu saja). Ada orang yang mengatakan, “apa kaitannya sandak cobek dengan hujan??? , sama sekali tidak masuk akal.” Pemikiran yang seperti ini kemudian membelenggu dan kemudian mengakar di sebagian masyarakat sehingga ritual kebudayaan ini mejadi hampir punah. Namun, ritual ini masih dipertahankan oleh masyarakat Dusun Selojan. Sandak cobek ini adalah ritual yang selalu mereka lakukan ketika akan mengadakan acara di luar ruangan ketika musim penghujan.

Ø    Meluruskan
          Ritual kebudayaan adalah suatu hasil karya dan cipta dari nenek moyang yang turun temurun. Ritual kebudayaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencapai suatu keinginan. Hal ini juga berlaku bagi ritual kebudayaan “sandak cobek”. Sandak cobek adalah suatu ritual yang dilakukan oleh masyarakat agar hujan tidak turun sesaat ketika musim penghujan. Hal ini menjadi kepercayaan sebagian orang. Selain itu juga banyak yang kontra dengan ritual ini. Ritual ini tidak jauh dari pengaruh nenek moyang kita, artinya ritual ini diturunkan dari nenek moyang. Nenek moyang menciptakan suatu ritual pasti ada maknanya dan pasti ada kaitannya dengan sesuatu. Nenek moyang kita tidak akan menciptakan ritual tanpa makna tersendiri. Jadi kita tidak boleh menganggap bahwa ritual itu tidak memiliki makna (menganggap remeh suatu ritual). Intinya semua ritual itu baik dan memiliki makna mengingat nenek moyang kita dulu adalah orang yang sakti-sakti dan mereka pasti mengaitkan ritual itu dengan phenomena alam yang ada. Dan fakta membuktikan, jika ada masyarakat yeng sudah melakukan ritual ini, pada hari H-nya tidak turun hujan, atau kalaupaun turun, hanya rintik-rintik kecil saja. Hal ini membuktikan kalau sandak cobek ini bisa menangkal hujan/hujan yang lebat.




makalah tentang psikoanalitik Carl Gustav Jung

MAKALAH PSIKOLOGI SASTRA Tentang Teori Analitik (Carl Gustav Jung) ...